Ramadhan is Zero
Hidup yang kita “lokani” saat ini berasal dari nol (zero/kefanaan/ ketidakadaan), untuk (semestinya) berproses zero (tawakal/usaha) menjalani hidup serta akan berakhir “menuju dan mendapatkan” zero (keridloaan)
Ramadhan adalah bulan berkah……….. قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌمُبَارَكٌ (Telah datang Bulan Ramadhan, bulan penuh berkah, ……..,” (HR. Ahmad). Begitu banyak hikmah dan berkah ramadhan sehingga untuk membahasnya saja diperlukaan keterlibatan variety of knowledge (ragam pengetahuan).
Dalam ramadhan ada 3 dimensi waktu yang kita lalui dan jalankan yaitu sebelum melakukan puasa, saat melakukan puasa serta saat mengakhiri puasa. Ke tiga dimensi waktu itu terus menerus kita jalani dalam kehidupan sehari hari diluar bulan ramadhan dengan berbagai bentuk kegiatan. Ketiga dimensi waktu tersebut sejatinya adalah dari nol (dengan tidak adanya puasa), untuk nol (perlakuan puasa dengan cara menge “nol”kan/mengendalikan hawa nafsu) dan kemudian menuju nol (ampunan/maghfiroh). Perbedaan hari-hari biasa dengan ramadhan adalah kalau di bulan Ramadhan, setiap perilaku baik kita akan diberikan bonus pahala sampai sikap diam kita adalah pahala karena رَمَضَانُ شَهْرُ اللهِ وَفَضْلُهُ عَلَى سَائِرِ الشُهُوْرِ كَفَضْلِ اللهِ عَلَى خَلْقِهِ ( Ramadhan adalah bulan Allah. Keutamaannya dibanding bulan-bulan lain adalah bagaikan keutamaan Allah dibanding dengan makhluk-makhluk-Nya). Maa syaallah.
Arti bulan Allah yang dimaksud penulis adalah agar kita lebih mengenal Allah, mengenal siapa Allah (ini sesuai dengan tujuan diciptakan manusia dalam Al-Quran; mengenal Allah (makrifatullah) dan berbadah kepada Allah (ibadatullah). Makrifatullah adalah mengenal Allah Ta’ala dengan cara mengenal nama, sifat, maupun perbuatan-Nya secara global maupun terperinci. Mengutip jurnal Makrifat dalam Al-Qur’an (Study Atas Tafsir Al-Azhar) tulisan Nurbaety Mustahele mengatakan bahwa untuk mencapai makrifatullah seseorang harus/wajib : 1. Meningkatkan fungsi akalnya; 2. Meningkatkan iman dan takwanya; 3. Meningkatkan fungsi ubudiyahnya. Tiga hal ini akan membentuk tiga pilar ibadah yaitu mahabbatulloh, al khauf ilallah dan Ar Roja’ila lilah sehingga dari tiga pilar ini akan tercipta/membentuk manusia Al-Quran. (Manusia dengan sifat Allah)
Ada dua tahapan besar dalam mencapai makrifat, sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin. Salah satu yang terpenting adalah menjaga kesucian hati dan jiwa, serta menyempurnakan Ilmu dan amal dengan meniadakan selain Allah, hanya Allah.
Orang yang mengenal Allah (makrifatullah) adalah orang merasakan ketiadaan /nol dalam dirinya. Karena yang ada pada dirinya adalah tidak ada, apa yang ia lakukan adalah tidak ada tujuan, fungsi kecuali tujuan fungsi milik Allah, untuk Allah, kepada Allah, karena ia merasa semua yang ada pada dirinya adalah dari Allah إِنَّا لِلهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (sesungguhnya kita adalah dari Allah akan kembali kepada Allah). Yang berarti kita (manusia) itu sesungguhnya tidak ada, kita ada karena adanya zat yang meng”ada”kan yaitu Allah (Tuhan) Robbul Alamin.
Bulan Ramadhan adalah bulan turunnya Al-Quran (nuzulul qura’an). Dalam Al Quran ada 6.236 ayat dan 77.845 kata yang terangkum dalam surah al-Fatihah. Dan surah al-Fatihah terangkum dalam kalimah basmalah. Dan kalimah basmalah ringkasan intinya ada dalam huruf Ba’(ب), dan kunci intisari huruf Ba’, adalah ada pada tanda titik nya (nol) artinya sesungguhnya Al-Quran itu juga tidak ada yanga ada hanya Allah (Dia zat yang mengadakan Al-Quran).
Wali Songo (Sunan Kalijaga) dalam refleksinya mencontohkan sosok makrifatullah dengan tokoh pewayangan “petrok dan semar/murid dan guru” yang mempunyai ajian pamungkas “kantong bolong”. Petruk adalah seorang ksatria gagah dan sakti bernama Bambang Penyukilan, merupakan sosok yang kaya raya, humanis,serta humoris, tapi sedikit bersifat arogan. Setelah mendapatkan hidayah petrok meninggalkan semua kekayaannya. Semua yang dia miliki diberikan kepada orang lain hingga kantongnya menjadi kosong. Petruk justru merasa lebih kaya ketika tidak punya apa-apa. Karena itulah, dia memiliki julukan Petruk Kantong Bolong yang artinya Petruk sudah merasa kaya dengan kantong bolong tanpa isinya. Hidup Petruk sudah dicurahkan untuk mengabdi kepada para raja dan Sang Pencipta dengan bimbingan sang guru “semar”. Karena hidupnya hanya untuk tujuan sang kholiq, Petrok tidak pernah merasa takut pada siapapun dan sampai hayatnya dia tidak terkalahkan oleh kelompok Kurawa/Pandawa.
Sang guru, Semar pengajar “kantong bolong” mempunyai sifat religius tinggi (makrifatullah) sehingga dia disebut badranaya, yang terdiri kata bebadra (membangun sarana dari awal), dan naya yang artinya utusan mangrasul. Jika diartikan secara sederhana, semar adalah sosok contoh manusia yang membangun dan melaksanakan perintah Allah demi kesejahteraan manusia di muka bumi. Semar sendiri juga memiliki istilah lain yaitu Haseming samar-samar yang artinya makna kehidupan sebagai Sang Penuntun. Semar bukan laki-laki, bukan juga perempuan. Tangan kanannya ke atas yang bermakna sang Maha Tunggal, dan tangan kirinya ke belakang yang bermakna berserah pada-Nya. Dengan demikian untuk menuju makrifat harus dengan bimbingan guru. Untuk itu melakukan puasa ramadhan dengan tujuan zero memerlukan ilmu dan bimbingan dari seorang guru (thariqah)
Ramadhan adalah proses menuju nol (Ramadhan is Zero) menuju ketiadaan dosa dengan ketiadaan diri (status quo). Syech Nawawi AL Banteni berkata dalam Kitabnya (maraqi al-ubudiyyah); semakin tinggi ilmu seseorang maka akan semakin banyak ia melihat kebenaran orang lain. Dan semakin tinggi tingkat makrifat seseorang, maka semakin sedikit ia melihat kesalahan orang lain.
Wallahualam bishowab. semoga bermanfaat
Oleh : Khoiruddin, S. Sos,ME